Ramalan Jayabaya dan Masa Depan
Indonesia
Ramalan
Jayabaya yang paling dikenal luas oleh masyarakat Indonesia ialah ramalannya
akan datangnya penjajah bertubuh pendek, berkulit kuning, dan hanya seumur
tanaman jagung. Penjajah itu kita yakni sebagai bangsa Jepang, yang menduduki
Indonesia selama lebih kurang 3,5 tahun, antara tahun 1942-1945.Tanaman jagung,
kata guru saya dulu, umurnya sekitar 3,5 bulan. Bukankah 3,5 bulan dan 3,5
tahun adalah waktu yang berbeda? Ya, jelas berbeda, tetapi—kata pendukung
ramalan Jayabaya—keduanya sama-sama merujuk pada waktu yang relatif singkat
bagi kehidupan umat manusia. Jadi, Jayabaya telah meramalkan peristiwa yang
tepat tentang kedatangan penjajah Jepang; dan karena itu, diam-diam kita suka
menanti-nanti ramalannya yang lain, khususnya yang bertalian dengan Satrio
Piningit. Figur yang bakal muncul ke kursi kekuasaan secara tak terduga,
yang melalui langkah-langkahnya Indonesia akan mencapai kemakmuran lahir dan
batin.
Mari sejenak
kita napak tilasi perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Saat kita sudah
berhasil memerdekakan diri pada tanggal 17 Agustus 1945, begitu meluap harapan
tertumpah kepada Bung Karno. Dialah yang kita anggap sebagai juru selamat. Namun,
kemerdekaan yang kita bayangkan sebagai jembatan emas ternyata menemui banyak
rintangan yang menghadang. Antara 1945-1949, dua agresi militer Belanda kembali
beraksi memporakporandakan bangsa yang baru merdeka. Dari tahun 50-an hingga
60-an, berbagai pergolakan dan pemberontakan daerah marak terjadi. Puncaknya, meletus
peristiwa pada tanggal 30 September 1965, yang menjungkalkan Bung Karno dari
singgasananya.
Masa berganti,
dari Orla menuju Orba. Tokoh utamanya tentu saja Pak Harto. Lagi-lagi ia
disanjung di awal kepemimpinannya sebagai Satrio Piningit. Sang pembebas dari
macam-macam huru-hara. Kendati aspek ekonomi maju pesat di era Pak Harto, dan
kita gelari ia sebagai Bapak Pembangunan, tetapi lama-lama kita jengah juga
dengan sistem sosial-politik yang dibangunnya: monolitik, otoriter, dan
represif. Maka, kemundurannya di tahun 1998 kita sambut dengan penuh
sukacita. “Hore!” teriak kita berjingkrak-jingkrak.
Habibie
menggantikan Pak Harto. Ia segera kita ejek sebagai bagian masa lalu Orba
yang kelam, cukup 1 tahun saja kita beri waktu ia jadi presiden. Gus Dur muncul,
terus diturunkan 2 tahun kemudian. Megawati naik, hanya kita kasih kesempatan
sekadar menjalani sisa jabatan Gus Dur. Susilo Bambang Yudhoyono pun
akhirnya naik tahta di tahun 2004. Sebuah buku tanpa ragu menyebutnya sebagai
Satrio Piningit di awal kemunculannya. Tokoh zaman baru Indonesia yang dipilih
secara langsung dan demokratis. Tampan-tinggi-gagah, lulusan akmil terbaik,
penyandang gelar doktor dari IPB, dan sangat antikorupsi. Nyatanya, ia
kini banyak dikritik berbagai kalangan terkait santernya kasus korupsi kelas
kakap yang melibatkan kader-kader partainya.
Sejujurnya,
banyak di antara kita yang kecewa. Gusar menanti tokoh yang mampu mewujudkan
masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Tokoh pemimpin yang muncul,
selalu saja kita rasakan kekurangannya, dan dengan cepat kita masukkan ke dalam
arsip berlabel: Bukan Satrio Piningit. Jika demikian halnya, mari
kita sepakati bahwa ramalan Jayabaya itu, memang tak perlu diartikan secara
harfiah. Ia sebenarnya hanya ingin menasihati rakyat Indonesia—sesuai
kemampuannya masing-masing—untuk senantiasa aktif bekerja keras membuat tatanan
Indonesia yang lebih baik dari hari ke hari. Agar pada akhirnya,
orang-orang yang naik ke panggung politik adalah mereka yang terbaik, yang
karakternya mendekati Satrio Piningit sang juru selamat sejati bangsa. Ramalan
Jayabaya, dengan demikian, harus dimaknai bukan sebagai kata benda, melainkan
sebuah kata kerja.
Inilah isi Ramalan JAYABAYA :
1. Besuk yen wis ana kreta tanpa jaran --- Kelak jika sudah ada kereta
tanpa kuda.
2. Tanah Jawa kalungan wesi --- Pulau Jawa berkalung besi.
3. Prahu mlaku ing dhuwur awang-awang --- Perahu berjalan di angkasa.
4. Kali ilang kedhunge --- Sungai kehilangan mata air.
5. Pasar ilang kumandhang --- Pasar kehilangan suara.
6. Iku tandha yen tekane zaman Jayabaya wis cedhak --- Itulah pertanda
zaman Jayabaya telah mendekat.
7. Bumi saya suwe saya mengkeret --- Bumi semakin lama semakin mengerut.
8. Sekilan bumi dipajeki --- Sejengkal tanah dikenai pajak.
9. Jaran doyan mangan sambel --- Kuda suka makan sambal.
10. Wong wadon nganggo pakeyan lanang --- Orang perempuan berpakaian
lelaki.
11. Iku tandhane yen wong bakal nemoni wolak-waliking zaman--- Itu
pertanda orang akan mengalami zaman berbolak-balik
12. Akeh janji ora ditetepi --- Banyak janji tidak ditepati.
13. Akeh wong wani nglanggar sumpahe dhewe--- Banyak orang berani
melanggar sumpah sendiri.
* Manungsa padha seneng nyalah--- Orang-orang saling lempar kesalahan.
14. Ora ngendahake hukum Allah--- Tak peduli akan hukum Allah.
15. Barang jahat diangkat-angkat--- Yang jahat dijunjung-junjung.
16. Barang suci dibenci--- Yang suci (justru) dibenci.
17. Akeh manungsa mung ngutamakke dhuwit--- Banyak orang hanya
mementingkan uang.
18. Lali kamanungsan--- Lupa jati kemanusiaan.
19. Lali kabecikan--- Lupa hikmah kebaikan.
20. Lali sanak lali kadang--- Lupa sanak lupa saudara.
21. Akeh bapa lali anak--- Banyak ayah lupa anak.
22. Akeh anak wani nglawan ibu--- Banyak anak berani melawan ibu.
23. Nantang bapa--- Menantang ayah.
24. Sedulur padha cidra--- Saudara dan saudara saling khianat.
25. Kulawarga padha curiga--- Keluarga saling curiga.
26. Kanca dadi mungsuh --- Kawan menjadi lawan.
27. Akeh manungsa lali asale --- Banyak orang lupa asal-usul.
28. Ukuman Ratu ora adil --- Hukuman Raja tidak adil
29. Akeh pangkat sing jahat lan ganjil--- Banyak pejabat jahat dan ganjil
30. Akeh kelakuan sing ganjil --- Banyak ulah-tabiat ganjil
31. Wong apik-apik padha kapencil --- Orang yang baik justru tersisih.
32. Akeh wong nyambut gawe apik-apik padha krasa isin --- Banyak orang
kerja halal justru merasa malu.
33. Luwih utama ngapusi --- Lebih mengutamakan menipu.
34. Wegah nyambut gawe --- Malas untuk bekerja.
35. Kepingin urip mewah --- Inginnya hidup mewah.
36. Ngumbar nafsu angkara murka, nggedhekake duraka --- Melepas nafsu
angkara murka, memupuk durhaka.
37. Wong bener thenger-thenger --- Orang (yang) benar termangu-mangu.
38. Wong salah bungah --- Orang (yang) salah gembira ria.
39. Wong apik ditampik-tampik--- Orang (yang) baik ditolak ditampik
(diping-pong).
40. Wong jahat munggah pangkat--- Orang (yang) jahat naik pangkat.
41. Wong agung kasinggung--- Orang (yang) mulia dilecehkan
42. Wong ala kapuja--- Orang (yang) jahat dipuji-puji.
43. Wong wadon ilang kawirangane--- perempuan hilang malu.
44. Wong lanang ilang kaprawirane--- Laki-laki hilang perwira/kejantanan
45. Akeh wong lanang ora duwe bojo--- Banyak laki-laki tak mau beristri.
46. Akeh wong wadon ora setya marang bojone--- Banyak perempuan ingkar
pada suami.
47. Akeh ibu padha ngedol anake--- Banyak ibu menjual anak.
48. Akeh wong wadon ngedol awake--- Banyak perempuan menjual diri.
49. Akeh wong ijol bebojo--- Banyak orang tukar istri/suami.
50. Wong wadon nunggang jaran--- Perempuan menunggang kuda.
51. Wong lanang linggih plangki--- Laki-laki naik tandu.
52. Randha seuang loro--- Dua janda harga seuang (Red.: seuang = 8,5 sen).
53. Prawan seaga lima--- Lima perawan lima picis.
54. Dhudha pincang laku sembilan uang--- Duda pincang laku sembilan uang.
55. Akeh wong ngedol ngelmu--- Banyak orang berdagang ilmu.
56. Akeh wong ngaku-aku--- Banyak orang mengaku diri.
57. Njabane putih njerone dhadhu--- Di luar putih di dalam jingga.
58. Ngakune suci, nanging sucine palsu--- Mengaku suci, tapi palsu belaka.
59. Akeh bujuk akeh lojo--- Banyak tipu banyak muslihat.
60. Akeh udan salah mangsa--- Banyak hujan salah musim.
61. Akeh prawan tuwa--- Banyak perawan tua.
62. Akeh randha nglairake anak--- Banyak janda melahirkan bayi.
63. Akeh jabang bayi lahir nggoleki bapakne--- Banyak anak lahir mencari
bapaknya.
64. Agama akeh sing nantang--- Agama banyak ditentang.
65. Prikamanungsan saya ilang--- Perikemanusiaan semakin hilang.
66. Omah suci dibenci--- Rumah suci dijauhi.
67. Omah ala saya dipuja--- Rumah maksiat makin dipuja.
68. Wong wadon lacur ing ngendi-endi--- Perempuan lacur dimana-mana.
69. Akeh laknat--- Banyak kutukan
70. Akeh pengkianat--- Banyak pengkhianat.
71. Anak mangan bapak---Anak makan bapak.
72. Sedulur mangan sedulur---Saudara makan saudara.
73. Kanca dadi mungsuh---Kawan menjadi lawan.
74. Guru disatru---Guru dimusuhi.
75. Tangga padha curiga---Tetangga saling curiga.
76. Kana-kene saya angkara murka --- Angkara murka semakin menjadi-jadi.
77. Sing weruh kebubuhan---Barangsiapa tahu terkena beban.
78. Sing ora weruh ketutuh---Sedang yang tak tahu disalahkan.
79. Besuk yen ana peperangan---Kelak jika terjadi perang.
80. Teka saka wetan, kulon, kidul lan lor---Datang dari timur, barat,
selatan, dan utara.
81. Akeh wong becik saya sengsara--- Banyak orang baik makin sengsara.
82. Wong jahat saya seneng--- Sedang yang jahat makin bahagia.
83. Wektu iku akeh dhandhang diunekake kuntul--- Ketika itu burung gagak
dibilang bangau.
84. Wong salah dianggep bener---Orang salah dipandang benar.
85. Pengkhianat nikmat---Pengkhianat nikmat.
86. Durjana saya sempurna--- Durjana semakin sempurna.
87. Wong jahat munggah pangkat--- Orang jahat naik pangkat.
88. Wong lugu kebelenggu--- Orang yang lugu dibelenggu.
89. Wong mulya dikunjara--- Orang yang mulia dipenjara.
90. Sing curang garang--- Yang curang berkuasa.
91. Sing jujur kojur--- Yang jujur sengsara.
92. Pedagang akeh sing keplarang--- Pedagang banyak yang tenggelam.
93. Wong main akeh sing ndadi---Penjudi banyak merajalela.
94. Akeh barang haram---Banyak barang haram.
95. Akeh anak haram---Banyak anak haram.
96. Wong wadon nglamar wong lanang---Perempuan melamar laki-laki.
97. Wong lanang ngasorake drajate dhewe---Laki-laki memperhina derajat
sendiri.
98. Akeh barang-barang mlebu luang---Banyak barang terbuang-buang.
99. Akeh wong kaliren lan wuda---Banyak orang lapar dan telanjang.
100. Wong tuku ngglenik sing dodol---Pembeli membujuk penjual.